
Pendahuluan
Konflik antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza kembali menjadi sorotan dunia sejak meningkatnya serangan udara pada pertengahan 2025. Ribuan warga sipil menjadi korban, sementara infrastruktur utama di Gaza mengalami kerusakan parah. Dalam situasi tersebut, mantan Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, menyampaikan seruan agar Israel segera menghentikan serangan udara di Gaza melalui unggahan di platform Truth Social pada Jumat, 3 Oktober 20251.
Trump menilai bahwa penghentian serangan sangat penting untuk membuka jalan menuju perdamaian di Timur Tengah, sekaligus memungkinkan pembebasan para sandera secara aman dan cepat2. Pernyataan ini mengejutkan publik internasional karena Trump dikenal sebagai salah satu tokoh paling pro-Israel selama masa kepresidenannya (2017–2021), termasuk dengan memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem pada tahun 2018.
Meskipun demikian, seruan Trump kali ini menunjukkan pergeseran sikap politik luar negeri pasca-kepresidenan, yang lebih berorientasi pada diplomasi pragmatis dibandingkan dukungan sepihak terhadap Israel.
Latar Belakang Diplomasi Trump
Dalam unggahannya di Truth Social, Trump menulis:“Israel must immediately stop the bombing of Gaza so that we can get the hostages out safely and quickly!”3
Pernyataan itu merupakan bagian dari rencana perdamaian 20 poin yang ia rilis beberapa hari sebelumnya, yang mencakup penghentian operasi militer Israel, pembebasan sandera, dan pembentukan pemerintahan sementara di Gaza4.
Rencana tersebut juga menekankan pentingnya kerja sama antara Israel, Mesir, dan AS dalam menegakkan stabilitas pascaperang.
Pendekatan ini mencerminkan model diplomasi “track-two”, di mana aktor non-pemerintah seperti mantan pejabat negara berperan memengaruhi arah kebijakan internasional tanpa mandat resmi5. Dalam konteks hubungan internasional, pendekatan ini kerap dimanfaatkan untuk menurunkan ketegangan dan membuka saluran komunikasi informal di tengah kebuntuan diplomatik6.
Respons Israel dan Hamas
Pemerintah Israel melalui juru bicara kantor perdana menteri menyatakan bahwa mereka “siap bekerja sama dengan Amerika Serikat” untuk mencapai kesepakatan yang menjamin keamanan Israel dan pembebasan sandera7. Namun, laporan lapangan menunjukkan bahwa serangan udara Israel tetap berlanjut di kawasan Gaza City dan Khan Younis pada hari yang sama dengan pernyataan Trump8.
Sementara itu, Hamas menyatakan bahwa mereka menyambut sebagian rencana perdamaian Trump, terutama terkait penghentian perang dan pembebasan sandera, namun menolak poin yang menyebutkan pelucutan senjata dan pembentukan pemerintahan teknokrat tanpa keterlibatan Hamas9.
Sejumlah negara mediator seperti Mesir dan Qatar mendukung seruan Trump dan mendorong kedua belah pihak untuk menahan diri serta melanjutkan negosiasi damai10.
Analisis Diplomatik
Pernyataan Trump dapat dibaca sebagai upaya tekanan diplomatik (diplomatic pressure) yang bersifat simbolik namun berpengaruh terhadap opini publik internasional. Menurut teori interdependensi kompleks oleh Keohane dan Nye, kekuatan dalam politik global tidak hanya terletak pada dominasi militer, tetapi juga pada kemampuan membentuk persepsi dan opini internasional11.
Dalam konteks ini, seruan Trump memperkuat tekanan moral terhadap Israel dan memberi sinyal bahwa dukungan politik AS terhadap operasi militer Israel tidak lagi bersifat absolut. Namun, kendala terbesar terletak pada politik domestik Israel, di mana koalisi pemerintahan menghadapi tekanan keras dari kelompok nasionalis untuk tidak “menyerah” pada tekanan eksternal12.
Selain itu, keberhasilan diplomasi semacam ini sangat bergantung pada tingkat kepercayaan antar pihak. Studi Carnegie Endowment (2019) menjelaskan bahwa diplomasi alternatif hanya efektif bila aktor yang terlibat memiliki kredibilitas dan akses langsung terhadap pihak berkonflik13. Dalam kasus ini, meskipun Trump memiliki pengaruh simbolik, ia tidak lagi memiliki otoritas formal untuk menegosiasikan kebijakan luar negeri AS.
Implikasi bagi Perdamaian Timur Tengah
Jika seruan Trump berhasil diikuti dengan penghentian operasi udara sementara, hal itu dapat membuka ruang bagi pembicaraan kemanusiaan dan penyaluran bantuan internasional ke Gaza. Namun, jika tidak diikuti dengan tindakan konkret, pernyataan tersebut hanya akan menjadi retorika politik tanpa dampak nyata.
Dalam jangka panjang, tindakan ini menunjukkan munculnya pola baru dalam diplomasi global — di mana mantan pemimpin dunia berperan sebagai aktor politik lintas batas, memanfaatkan reputasi dan jaringan untuk mendorong perubahan kebijakan internasional.
Meski demikian, proses perdamaian di Timur Tengah masih menghadapi hambatan serius, termasuk rivalitas ideologis, perebutan wilayah, dan fragmentasi internal di Palestina. Karena itu, seruan penghentian serangan seperti yang disampaikan Trump lebih tepat dipandang sebagai langkah awal menuju tekanan moral internasional, bukan solusi final atas konflik yang kompleks ini.
Kesimpulan
Seruan Donald Trump agar Israel menghentikan serangan udara di Gaza merupakan contoh nyata dari diplomasi alternatif di era pasca-kepresidenan, di mana individu berpengaruh menggunakan kekuatan simbolik untuk memengaruhi dinamika konflik global. Meskipun secara praktis belum mengubah situasi lapangan, tindakan ini memperlihatkan adanya pergeseran paradigma politik luar negeri Amerika Serikat menuju pendekatan yang lebih berhati-hati terhadap operasi militer Israel.
Bagi komunitas internasional, pernyataan ini menjadi cermin bahwa tekanan moral dan diplomatik dapat memainkan peran penting dalam mendorong gencatan senjata dan membuka kembali jalur perundingan. Namun, untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan, diperlukan langkah konkret, koordinasi multilateral, dan mekanisme pengawasan internasional yang kuat di Gaza.
Daftar Catatan (Referensi)
- Reuters, “Trump tells Israel to stop bombing Gaza so that hostages can be freed,” Reuters, 3 Oktober 2025. ↩︎
- Politico, “Trump says Hamas ready for ‘PEACE,’ calls on Israel to stop bombing,” Politico, 3 Oktober 2025. ↩︎
- Ibid. ↩︎
- Al Jazeera, “Here’s the full text of Trump’s 20-point plan to end Israel’s war on Gaza,” Al Jazeera, 29 September 2025. ↩︎
- Carnegie Endowment for International Peace, Track-Two Diplomacy: A Primer, 2019. ↩︎
- Keohane, R. O., & Nye, J. S., Power and Interdependence: World Politics in Transition, Little, Brown and Company, 1977. ↩︎
- Reuters, “Trump tells Israel to stop bombing Gaza…,” Reuters, 3 Oktober 2025. ↩︎
- Reuters, “Dozens killed in Gaza despite Trump’s call for Israel to halt bombing,” Reuters, 4 Oktober 2025. ↩︎
- Al Jazeera, op. cit. ↩︎
- The Guardian, “Egypt foreign minister urges Hamas to accept Trump Gaza plan and disarm,” The Guardian, 3 Oktober 2025. ↩︎
- Keohane & Nye, Power and Interdependence, 1977. ↩︎
- AP News, “Trump orders Israel to stop bombing Gaza after Hamas partially accepts his peace plan,” AP News, 3 Oktober 2025. ↩︎
- Carnegie Endowment, Track-Two Diplomacy: A Primer, 2019. ↩︎

